Kamis, 24 Agustus 2017

Kebiasaan Merokok Bisa Pengaruhi Kualitas Gizi Keluarga?

Seorang profesor di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan, kebiasaan merokok telah mempengaruhi kualitas nutrisi rumah tangga di Indonesia.

"Masalah gizi penyebab tidak langsung lintas sektoral di Indonesia adalah salah satu persediaan makanan, terutama daya beli ekonomi pembeli rokok," kata Abdillah di bengkel "Mempromosikan pelarangan iklan, Promosi, sponsorship Rokok untuk melindungi anak-anak Indonesia "Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, di kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (20/8).

Menurut Abdillah, Indonesia saat ini merupakan keadaan darurat gizi, ada sedikit masalah gizi (kurang energi protein, anemia, kurang vitamin A, dan kekurangan yodium lebih sedikit) dan lebih banyak masalah gizi (kelebihan berat badan dan obesitas).

Selain itu, Indonesia juga menghadapi masalah kesehatan seperti penyakit menular (TB, IRA, penyakit menular lainnya) dan penyakit tidak menular (hipertensi, DM, stroke dan penyakit jantung). "Di negara maju tidak ada lagi masalah gizi yang hilang, ada kelebihan nutrisi, dan kecenderungan penyakit menular lainnya berkurang, penyakit menular semakin meningkat," katanya.

Posisi masalah gizi di Indonesia cukup kompleks, lanjutnya, memenuhi semua kategori, yaitu kategori A (kurus / pendek), kategori B (kekurangan vitamin A dan zat besi) dan kategori c (kelebihan berat badan atau kelebihan berat badan).

Hasil penelitian dari tahun 2007 sampai 2013 menunjukkan bahwa masalah gizi pada bayi terus meningkat. Karena kekurangan gizi pada tahun 2007 dari 5,4 di tahun 2013 meningkat menjadi 5,7. Prevalensi balita dan wanita kurang gizi juga meningkat, dengan 37,2 persen balita dan 37,1 persen wanita hamil dengan anemia pada tahun 2013.

"Indonesia adalah satu dari 17 negara yang memiliki masalah kesehatan masyarakat, stunting dan kelebihan berat badan," katanya.

Abdillah menghubungkan masalah gizi dengan daya beli masyarakat terhadap pasokan pangan. Kebiasaan merokok 12 batang rokok per hari, jika disederhanakan dengan pembelian telur, nominalnya bisa membeli sekitar setengah kilo telur. Telur memang baik untuk anak dalam meningkatkan gizi.

Berdasarkan data BPS sebanyak 258 juta orang Indonesia, jumlah penduduk miskin sekitar 27,76 juta atau 10,70 persen. Kretek menyaring rokok salah satu komoditas yang memiliki pengaruh besar terhadap garis kemiskinan (September 2015, BPS), yaitu 8,08% di perkotaan dan 7,68% di daerah pedesaan. Rokok menempati nomor kedua setelah nasi.

"Pada 2016, rokok menyumbang terbesar kedua ke garis kemiskinan perkotaan setelah 18,31 persen beras, yaitu 10,70 persen," katanya www.serbaserbimanfaat.com.

Sedangkan di daerah pedesaan, rokok memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap garis kemiskinan setelah padi 25,35 persen yang sama dengan 10,70 persen. Dia mencatat bahwa di kuintil I, yang menyumbang 20 persen rumah tangga dengan pengeluaran bulanan terendah per siklus, 12,94 persen untuk rokok, yang ketiga setelah distribusi biji-bijian (25,94 persen) dan Makanan dan minuman sampai 19,32 persen.

Menurutnya, uang untuk merokok yang digunakan orang miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil. Untuk pemeriksaan kesehatan. "Beban rokok di kalangan rumah tangga miskin cukup serius," katanya.

Fakta lain, hampir 80 persen asap rokok di rumah-rumah. Kebiasaan merokok tidak hanya mengurangi anggaran gizi anak dan ibu hamil. Kebiasaan merokok di rumah, yang mempengaruhi asap, mengganggu rumah tangga lain.

"Alokasi belanja rumah tangga, yang dipengaruhi asap rokok, sudah berkurang," kata Abdillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar